Kamir, terkadang ditulis Khamir, adalah makanan khas Pemalang asal negara Arab. Kue ini terbuat dari adonan terigu, mentega, dan telur, terkadang dicampur dengan bahan seperti pisang ambon atau tape.
Kamir ada dua jenis, yaitu kamir beras dan kamir terigu. Dipasaran kota
Pemalang lebih banyak kamir terigu karena yang tahan lama sedangkan
kamir beras hanya berdasarkan pesanan.eberapa orang menyebutnya dengan nama Samir.
Tetapi yang mendekati kemungkinan adalah nama Kamir berasal dari kata Khamir yang dalam bahasa Arab berarti ragi, dalam proses pembuatan kue kamir ini sebelum dimasak, terlebih dahulu didiamkan semalam agar bisa mengembang dengan sempurna dan tejadinya proses fermentasi.
Sebut saja Kamir “Cap Mawar” Ibu Chamidah, bisa dikatakan sebagai perintis usaha kamir, karena usaha ini turun temurun dan sekarang ini sudah sampai generasi keempat, setelah awalnya kue ini dibuat dan diperkenalkan kepada masyarakat kali pertama oleh seorang keturunan Arab bernama Ibu Aisyah, di daerah Mulyoharjo, Pemalang yang dikenal juga dengan sebutan Kampung Arab.
Bentuk kamir
Kue ini berbentuk bundar, pipih berwarna coklat dan hampir menyerupai kue apem atau serabi tetapi sedikit lebih besar dan bantet. Sedangkan ukurannya bervariasi, yang terbesar sampai sebesar lingkaran piring makan. Sedangkan terkecil sebesar lingkaran mangkok. Ukuran-ukuran itu tergantung pemesannya. Bahkan pernah akan dibuat ukuran raksasa tapi gagal karena tidak matang secara merata.Sejarah
Menurut cerita, orang pertama yang membuat kue kamir adalah seorang warga Arab yang tinggal di Kelurahan Mulyoharjo, yang dikenal juga dengan sebutan Kampung Arab. Nama kamir itu sendiri tidak jelas berasal dari nama apa. Apakah berasal dari kata khamer (bahasa Arab) yang berarti memabukan atau dari nama orang keturunan Arab itu sendiri.Tetapi yang mendekati kemungkinan adalah nama Kamir berasal dari kata Khamir yang dalam bahasa Arab berarti ragi, dalam proses pembuatan kue kamir ini sebelum dimasak, terlebih dahulu didiamkan semalam agar bisa mengembang dengan sempurna dan tejadinya proses fermentasi.

Sebut saja Kamir “Cap Mawar” Ibu Chamidah, bisa dikatakan sebagai perintis usaha kamir, karena usaha ini turun temurun dan sekarang ini sudah sampai generasi keempat, setelah awalnya kue ini dibuat dan diperkenalkan kepada masyarakat kali pertama oleh seorang keturunan Arab bernama Ibu Aisyah, di daerah Mulyoharjo, Pemalang yang dikenal juga dengan sebutan Kampung Arab.
Menurut
Ali Abdullah (62), generasi ketiga penerus usaha, setelah Ibu Aisyah
tidak bisa aktif lagi, kemudian diteruskan oleh Ibu Zahrah, anaknya
sebagai generasi kedua. Usaha kamir generasi pertama dan kedua berjalan
apa adanya, masyarakat mengenal dari mulut ke mulut. Namun memasuki
generasi ketiga, seiring dengan perkembangan masyarakat, sudah waktunya
usaha dikelola secara lebih tertata, sebagaimana mengelola usaha pada
umumnya. Maka dibuatlah merek yaitu Kamir “Cap Mawar” Ibu Chamidah lengkap dengan Sertifikat IRT no. 206332706234. Nama Ibu Chamidah diambil dari nama almarhumah isteri Ali Abdullah.
Kini
sepeninggal Ibu Chamidah tahun 2008 lalu, usaha dilanjutkan oleh
putrinya, Tuffaah sebagai generasi keempat. Walaupun usia masih
tergolong sangat muda, ternyata gadis kelahiran tahun 1987 ini sangat
gesit dan peiawai dalam menjalankan usaha turun temurun ini. “Saya
tergerak meneruskan usaha ini selain melestarikan usaha keluarga yang
sudah turun temurun ini juga agar kue yang sudah dianggap sebagai
makanan khas ini tetap bisa menjadi kebanggaan kota Pemalang” Jelas anak
ke 8 dari 9 bersaudara pasangan Ali Abdullah dan Chamidah ini. Oleh
karena itu, setiap ada pameran atau acara di tingkat kota atau propinsi,
Tuffaah selalu tampil memperkenalkan kamir bikinannya mewakili makanan
khas Pemalang.
Untuk memenuhi selera konsumen, saat ini Kamir Cap Mawar Ibu Chamidah membuat
dua jenis kamir yaitu kamir beras dan kamir terigu. Namun menurut
Tuffaah, lebih banyak membuat kamir terigu karena lebih tahan lama bisa
sampai 3 hari, sedangkan kamir beras hanya tahan 1 hari, dan biasanya
berdasarkan pesanan konsumen. Harga yang dipatokpun relatif sangat murah
yaitu Rp 1000,- untuk kedua jenis.
Mengenai bentuk dan rasa yang nyaris tidak berubah dari tahun ke tahun, Tuffaah, memberikan alasan bahwa memang sengaja dipertahankan mengingat ini adalah makanan khas. Di samping itu pernah dicoba diberi rasa cokelat, tetapi justru tidak diminati oleh konsumen. Menurutnya justru akan menghilangkan rasa asli atau ciri khas kamir itu sendiri.
“Bahkan
ada yang mengatakan kalau diberi rasa yang macam-macam, malahan bukan
lagi kamir tetapi lebih mirip dengan kue pukis,” jelasnya. “Jadi kamir
pada saat pertama kali diperkenalkan dengan kamir yang sekarang ini
relatif masih tetap sama, paling-paling hanya masalah teknis dan bahan
baku saja yang berubah seiring dengan perkembangan jaman.” Lanjutnya.
Memang bagi generasi penerus menjadi tugas
yang tidak ringan untuk meningkatkan atau paling tidak mempertahankan
keberadaan kamir di pasaran, karena harus bersaing dengan bermacam-macam
makanan, di mana konsumen bisa memilih. Oleh karena itu Tuffaah
menggunakan pendekatan makanan khas daerah sebagai strategi
pemasarannya, sehingga yang dicari oleh konsumen adalah nilai ke-khas-an
makanan tersebut. “Paling tidak membangun image kalau seseorang sudah
berada di kota Pemalang harus merasakan dan membawa makanan khas daerah
ini sebagai oleh-oleh.” Jelasnya bersemangat.
Bagi
pembeli dari luar kota yang ingin praktis dan mudah mendapatkannya
Tuffaah mengatakan beberapa toko kue, di sepanjang jalan kota Pemalang
juga menyediakan kue kamir bikinannya, namun jika ingin yang lebih fresh dan panas dari panggangan, Anda bisa datang tempat produksinya yang terletak di Jalan Semeru, Mulyoharjo, Pemalang.
Lokasinya
tepat di belakang Masjid An-Noor di kampung Arab, dari arah Pekalongan
masuk jalan Sudirman, pertigaan (lampu merah) sebelum alun-alun belok ke
kiri, ketemu Kantor Pos, kemudian belok ke kiri di situlah letak
Kampung Arab, masuk gang sebelah masjid. Di sinilah proses pemanggangan
kue setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 17.00. Dalam sehari, Tuffaah
mengaku menghabiskan 2 zak tepung terigu Segitiga Biru.
Melihat minat masyarakat terutama dari luar kota cukup tinggi, Tuffaah berencana membuka usaha kamir Cap Mawar ini di Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar