Jumat, 21 Desember 2012

oleh-oleh khas pemalang

Kamir, terkadang ditulis Khamir, adalah makanan khas Pemalang asal negara Arab. Kue ini terbuat dari adonan terigu, mentega, dan telur, terkadang dicampur dengan bahan seperti pisang ambon atau tape. Kamir ada dua jenis, yaitu kamir beras dan kamir terigu. Dipasaran kota Pemalang lebih banyak kamir terigu karena yang tahan lama sedangkan kamir beras hanya berdasarkan pesanan.eberapa orang menyebutnya dengan nama Samir.

Bentuk kamir

Kue ini berbentuk bundar, pipih berwarna coklat dan hampir menyerupai kue apem atau serabi tetapi sedikit lebih besar dan bantet. Sedangkan ukurannya bervariasi, yang terbesar sampai sebesar lingkaran piring makan. Sedangkan terkecil sebesar lingkaran mangkok. Ukuran-ukuran itu tergantung pemesannya. Bahkan pernah akan dibuat ukuran raksasa tapi gagal karena tidak matang secara merata.

Sejarah

Kue Kamir ukuran besar
Menurut cerita, orang pertama yang membuat kue kamir adalah seorang warga Arab yang tinggal di Kelurahan Mulyoharjo, yang dikenal juga dengan sebutan Kampung Arab. Nama kamir itu sendiri tidak jelas berasal dari nama apa. Apakah berasal dari kata khamer (bahasa Arab) yang berarti memabukan atau dari nama orang keturunan Arab itu sendiri.
Tetapi yang mendekati kemungkinan adalah nama Kamir berasal dari kata Khamir yang dalam bahasa Arab berarti ragi, dalam proses pembuatan kue kamir ini sebelum dimasak, terlebih dahulu didiamkan semalam agar bisa mengembang dengan sempurna dan tejadinya proses fermentasi.


Sebut saja Kamir “Cap Mawar” Ibu Chamidah, bisa dikatakan sebagai perintis usaha kamir, karena usaha ini turun temurun dan sekarang ini sudah sampai generasi keempat, setelah awalnya kue ini dibuat dan diperkenalkan kepada masyarakat kali pertama oleh seorang keturunan Arab bernama Ibu Aisyah, di daerah Mulyoharjo, Pemalang yang dikenal juga dengan sebutan Kampung Arab.
Menurut Ali Abdullah (62), generasi ketiga penerus usaha, setelah Ibu Aisyah tidak bisa aktif lagi, kemudian diteruskan oleh Ibu Zahrah, anaknya sebagai generasi kedua. Usaha kamir generasi pertama dan kedua berjalan apa adanya, masyarakat mengenal dari mulut ke mulut. Namun memasuki generasi ketiga, seiring dengan perkembangan masyarakat, sudah waktunya usaha dikelola secara lebih tertata, sebagaimana mengelola usaha pada umumnya. Maka dibuatlah merek yaitu Kamir “Cap Mawar” Ibu Chamidah lengkap dengan Sertifikat IRT no. 206332706234. Nama Ibu Chamidah diambil dari nama almarhumah isteri Ali Abdullah.
Kini sepeninggal Ibu Chamidah tahun 2008 lalu, usaha dilanjutkan oleh putrinya, Tuffaah sebagai generasi keempat. Walaupun usia masih tergolong sangat muda, ternyata gadis kelahiran tahun 1987 ini sangat gesit dan peiawai dalam menjalankan usaha turun temurun ini. “Saya tergerak meneruskan usaha ini selain melestarikan usaha keluarga yang sudah turun temurun ini juga agar kue yang sudah dianggap sebagai makanan khas ini tetap bisa menjadi kebanggaan kota Pemalang” Jelas anak ke 8 dari 9 bersaudara pasangan Ali Abdullah dan Chamidah ini. Oleh karena itu, setiap ada pameran atau acara di tingkat kota atau propinsi, Tuffaah selalu tampil memperkenalkan kamir bikinannya mewakili makanan khas Pemalang.
Untuk memenuhi selera konsumen, saat ini Kamir Cap Mawar Ibu Chamidah membuat dua jenis kamir yaitu kamir beras dan kamir terigu. Namun menurut Tuffaah, lebih banyak membuat kamir terigu karena lebih tahan lama bisa sampai 3 hari, sedangkan kamir beras hanya tahan 1 hari, dan biasanya berdasarkan pesanan konsumen. Harga yang dipatokpun relatif sangat murah yaitu Rp 1000,- untuk kedua jenis.
Mengenai bentuk dan rasa yang nyaris tidak berubah dari tahun ke tahun, Tuffaah,  memberikan alasan bahwa  memang sengaja dipertahankan mengingat ini adalah makanan khas. Di samping itu pernah dicoba diberi rasa cokelat, tetapi  justru tidak diminati oleh konsumen. Menurutnya justru akan menghilangkan rasa asli atau ciri khas kamir itu sendiri.
“Bahkan ada yang mengatakan kalau diberi rasa yang macam-macam, malahan bukan lagi kamir tetapi lebih mirip dengan kue pukis,” jelasnya. “Jadi kamir pada saat pertama kali diperkenalkan dengan kamir yang sekarang ini relatif masih tetap sama, paling-paling hanya masalah teknis dan bahan baku saja yang berubah seiring dengan perkembangan jaman.” Lanjutnya.
Memang bagi generasi penerus menjadi  tugas yang tidak ringan untuk meningkatkan atau paling tidak mempertahankan keberadaan kamir di pasaran, karena harus bersaing dengan bermacam-macam makanan, di mana konsumen bisa memilih. Oleh karena itu Tuffaah menggunakan pendekatan makanan khas daerah sebagai strategi pemasarannya, sehingga yang dicari oleh konsumen adalah nilai ke-khas-an makanan tersebut. “Paling tidak membangun image kalau seseorang sudah berada di kota Pemalang harus merasakan dan membawa makanan khas daerah ini sebagai oleh-oleh.” Jelasnya bersemangat.
Bagi pembeli dari luar kota yang ingin praktis dan mudah mendapatkannya Tuffaah mengatakan beberapa toko kue, di sepanjang jalan kota Pemalang juga menyediakan kue kamir bikinannya, namun jika ingin yang lebih fresh dan panas dari panggangan, Anda bisa datang tempat produksinya yang terletak di Jalan Semeru, Mulyoharjo, Pemalang.
Lokasinya tepat di belakang Masjid An-Noor di kampung Arab, dari arah Pekalongan masuk jalan Sudirman, pertigaan (lampu merah) sebelum alun-alun belok ke kiri, ketemu Kantor Pos, kemudian belok ke kiri di situlah letak Kampung Arab, masuk gang sebelah masjid. Di sinilah proses pemanggangan kue setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 17.00. Dalam sehari, Tuffaah mengaku menghabiskan 2 zak tepung terigu Segitiga Biru.
Melihat minat masyarakat terutama dari luar kota cukup tinggi, Tuffaah berencana membuka usaha kamir Cap Mawar ini di Jakarta.